Kisah Nyata Keangkeran Pasar Bubrah Gunung Merapi
Pasar Setan Gunung Merapi
Berikut cerita dari pengalaman salah satu CAHYOGYA. Misteri Gunung
Merapi, mengingatkan kita pada film yang ditayangkan sebuah stasiun TV
swasta (Misteri Gunung Merapi). Kisahnya dilatar belakangi oleh keangkeran Gunung Merapi yang dihuni oleh Mak Lampir, tokoh jahat yang setengah manusia dan setengah jin.
![]() |
Mak Lampir dalam Misteri Gunung Merapi |
Ternyata, banyak orang yang tidak tahu bahwa kisah tersebut bukanlah fiksi belaka,
tapi memang diambil dari cerita atau mitos yang dipercayai oleh
masyarakat sekitarnya. Perbedaannya hanya pada tokoh dan alur ceritanya.
Mbah Marijan juga mengatakan, selain terdapat sebuah kerajaan ghaib, keangkeran lainnya adalah pasar dedemit yang bernama Pasar Bubrah. Tempat ini merupakan pasarnya para makhluk halus, yang dapat dilihat pada setiap malam jum'at. Pada saat itu, jangan heran bila akan terdengar keramaian layaknya sebuah pasar malam di puncak gunung ini.
Awalnya saya dan dua orang teman saya tidak begitu yakin tentang semua
yang dikatakan oleh Mbah Marijan. Tapi, ketika kami bertiga mendapat
ijin dari Mbah Marijan untuk mendaki puncak Garuda, kamipun merasakan
dan mengakui kebenaran kisah itu yang membuat kami gemetar
ketakutan. Kebenaran kisah itu terbukti saat kami melakukan pendakian
melalui jalur kaliurang yang terdapat di Desa Kinahrejo, dengan ditemani
Mas Budi, anak angkat Mbah Marijan.
Medan berbatu yang terjal dan juga sangat rapuh harus dilalui sehari
penuh. Rasa penat bertambah lagi ketika harus melintasi kawah mati,
karena uap belerang membuat napas semakin sesak. Sesampai di Pasar
Bubrah, kami sepakat berkemah dan bermalam di sana, untuk merasakan
keanehan yang kerap dibicarakan orang itu. Bukannya sombong, tapi
sekedar membuktikan bahwa semua itu adalah sebuah kebenaran dan bukan
mitos. Selain itu, tempat ini merupakan lokasi ideal berkemah karena
letaknya sudah mendekati puncak.
![]() | |
Lokasi Pasar setan pasar Bubrah gunung Merapi |
Tak lama, ketika mata kami mulai terpejam karena rasa penat setelah
seharian berjalan, kisah pasar setan yang diceritakan oleh Mbah Marijan
menunjukan kebenaran. Suara-suara gamelan dan gending jawa mulai
mengalun di telinga kami, keramaian sebuah pasarpun menyusul. Bersamaan
dengan itu deru angin semakin besar dan menambah gaduh suasana.
Seperti terhenyak dari mimpi buruk, kami langsung terjaga dengan wajah
pucat dan keringat dingin. Tanpa sepatah kata, mata kami saling
memandang dan berusaha menjawab pertanyaan yang ada dalam hati
masing-masing. Sebuah pertanyaan yang baru akan terjawab bila mentari
telah menampakkan dirinya. Dalam keadaan demikian, teringatlah semua
dosa yang pernah dilakukan. Doa dan harapan kepada Tuhan terus terucap
dari bibir kami dengan terpatah-patah.
“Semoga Allah masih mengijinkan untuk menebus kesalahanku. Dan tidak
membiarkan para dedemit itu membawa kami ke alam ghaib,” ujar saya. Dari
ketinggian 2919 Dpl, keramaian pasar setan itu terus berlangsung hingga
larut malam. Rasa penat yang tak tertahankan akhirnya membuat kami
terlelap saat hari menjelang pagi.
Saat sinar mentari membangunkan kami, rasa syukurpun spontan keluar dari
mulut kami. Mesti sempat terlintas tidak melanjutkan pendakian, tetapi
akhirnya pada pukul 08.00 WIB. Kami melanjutkan pendakian menuju puncak
Garuda. Karena untuk mencapai puncak tinggi membutuhkan waktu sekitar
satu jam. Suasana puncak Garuda memang sangat mengerikan, apalagi bila
teringat pada tragedi 1994 lalu, yang letusannya mengakibatkan 66 jiwa
melayang. Dan pada awal 2001, material letusan melambung ke angkasa
sejauh 4 Km dan menyebabkan hujan petir. Coba bayangkan bila gunung itu
kembali meletus, harus kemana kami melarikan diri? Sehingga wajar saja,
rasa takut terus menghantui kami. Belum lagi ketika salah seorang teman,
sempat melihat bangunan candi tua yang berada di sebelah timur puncak
garuda. Hal itu jelas menimbulkan ketakutan yang luar biasa waktu itu.
Terlebih mengingat kejadian semalam yang baru kami alami.
Kemudian kami pun langsung turun meninggalkan puncak serta pemandangan
alam yang belum puas kami nikmati karena kejadian itu.Perjalanan turun
membutuhkan konsentrasi yang tinggi, karena kondisi medan hingga 90
derajat. Kalau terpeleset, kami dapat kehilangan nyawa atau lebih bila
beruntung mungkin hanya patah tulang serta memar.
Setibanya di pasar Bubrah, kami menyempatkan diri beristirahat sejenak
untuk melepaskan lelah sambil memandangi lautan awan yang mengelilingi
puncak Merbabu dan Puncak gunung Sindoro Sumbing di Wonosobo.
Pemandangan dan udara yang sejuk itu membuat mata ini akhirnya terpejam.
Baru pada pukul 13.00 WIB, kami terbangun oleh teriakan Mas Budi.
Dengan wajah seputih kertas, ia lalu mengajak kami untuk segera turun.
![]() |
Tempat Camping Gunung Merapi lokasi Pasar Bubrah |
Dalam perjalanan turun, Mas Budi terus berada di depan. Tanpa bicara ia
melaju dengan cepat seperti dikejar-kejar setan. Melihat keanehan itu,
tentu saja menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak kami. Apalagi,
ketika ditegur ia seolah-olah tidak peduli dan terus menerus mengayukan
kakinya, bahkan semakin cepat. Begitu hampir tiba di Desa Kinahrejo, ia
mulai memperlambat langkahnya. Tapi, tetap saja ia tidak menceritakan
apa yang telah terjadi. “Nanti kalu sudah sampai di rumah simbah aku
ceritakan!” jawabnya, singkat.
Sesampainya di Desa Kinahrejo, terlihat Mbah Marijan sudah berdiri di
depan halaman rumahnya seakan memang sengaja menyambut kehadiran kami.
Dengan ramah ia tersenyum dan mempersilakan kami masuk untuk
beristirahat. Tak lama tanpa basa-basi lagi kami langsung mempertanyakan
apa yang sebenarnya terjadi, kepada Mas Budi. “Saat tidur, saya
mendapatkan pesan dari Simbah untuk segera meninggalkan tempat itu.
Karena akan ada penumbalan oleh penguasa Merapi. Dan korbanya akan
dijadikan pengikutnya,” ucapnya.
Menurutnya, hal semacam itu memang sering terjadi. Korbanyapun tak
pandang bulu, bila sang penguasa menyukainya maka dia akan dijadikan
sasaran. Biasanya sang penguasa memilih orang-orang yang memang kurang
baik dari segi moral, agama, atau telah berbuat sesuatu yang membuatnya
murka.
Keesokan harinya, terdengar kabar dari si Mbah bahwa Merapi kembali
menelan korban jiwa. Kali ini, korbannya berasal dari kewarganegaraan
asing, yaitu asal Jerman. Pendaki itu tewas ketika hendak melakukan
penelitian aktivitas Merapi bersama beberapa rekannya. Kejadian itu
berlangsung tak lama setelah kami turun, dan ternyata masih ada
kaitannya dengan semua yang telah kami alami.
Setelah mengalami dan menyaksikan sendiri keberadaan kerajaan ghaib dan
pasar setan dipuncak Merapi, baru kami percaya bahwa sesuatu yang gaib
itu memang ada. Dan harus diakui kalau Gunung Merapi memanglah bukan
sembarang gunung. Bahkan, kepercayaan itu diperkuat lagi dengan adanya
upacara ritual labuhan yang diadakan oleh pihak keraton dan penguasa
merapi, karena telah membantu melindungi dari malapetaka.
Berdasarkan cerita rakyat, asal muasal upacara ritual ini berawal dari
jaman Sultan Agung. Ketika itu, kerajaan tengah tertimpa sebuah
malapetaka yang membuat negara kacau balau. Sultan Agung melakukan
semedi dan meminta bantuan pada penguasa alam halus yang merupakan
penjelmaan dari Nawang Wulan, seorang bidadari cantik yang diturunkan
dari kayangan atau dikenal oleh masyarakat jawa sebagai Nyi Roro kidul,
penguasa laut selatan. Kemudian, sang ratu memberikan bantuan dengan
mengirimkan ribuan anak buahnya untuk menyelesaikan malapetaka itu. Tapi
bantuan itu bukan tanpa syarat, sang sultan beserta seluruh
keturunannya harus bersedia menjadi suami dan memberikan persembahan
yang kemudian dikenal dengan nama labuhan.
Hingga saat ini, pada masa kesultanan Hamengkubuono X, perjanjian itu
masih berlaku dan akan terus berlanjut pada keturunan Sultan Agung yang
berikutnya. Konon, bila perjanjian itu dilanggar, maka akan
mengakibatkan kehancuran kesultanan Yogyakarta. “Jika perjanjian
dilanggar, akan terjadi malapetaka seperti yang terjadi pada masa Sultan
Agung,” demikian penurutan almarhum Mbah Marijan yang telah menjadi
juru kunci Merapi selama hidupnya.
Sementara itu, selain kerajaan para dedemit dan pasar setan, di desa
Kinahrejo juga banyak terdapat tempat–tempat yang kental bernuansa
ghaib. Seperti watu gajah, merupakan sebuah batu besar yang dipercaya
dapat menahan aliran lahar bila gunung merapi meletus. Batu ini
dilingkari oleh pagar tembok, dan memiliki satu buah pintu masuk. Di
dalamnya terdapat tempat persembahan yang biasanya dilakukan pada malam
jum’at kliwon.
Tak jauh dari sini, ada sebuah pohon beringin satu-satunya yang ada di
desa, sehingga disakralkan oleh warga sebagai tempat keramat. Menurut
penuturan Mbah Marijan, tempat ini dulunya merupakan tempat bersemedi
seorang pertapa sakti. “Dengan adanya wringin putih ini, desa Kinahrejo
akan menjadi sebuah lokasi yang ramai serta dapat mendatangkan banyak
rejeki,” kata almarhum Mbah Marijan berdasarkan wangsit yang
diterimanya.
Pasar Bubrah adalah sebuah dataran sebelum Puncak Merapi. Batu-batu yang
berserakan yang jatuh dari puncak, membentuk seperti sekelompok
bangunan pasar yang rusak (bubrah). Konon daerah ini angker.
Beberapa kisah misteri muncul di sini. ada seorang kawan .. bilang belum
pernah melihat dengan mata kepala sendiri ceritera2 tentang ini. Dia
hanya pernah ketika bangun pagi hari jam 5 pagi di sini, terdengar suara
orang ramai dan riuh seperti berada di sebuah pasar tradisional. Dan
dia pun segera kabur, angkat kaki menyingkir. Menurut dia mahluk-mahluk
ini pada hari-hari tertentu pun pergi ke pasar di Selo untuk berbelanja.
Dan para penjual di pasar konon juga dapat mengenali mereka yang bukan
benar-benar manusia. Hiii …
Dia juga bercerita, pernah memandu turis Belanda, dan ketika pulang
melewati Pasar Bubrah, bule Belanda itu melihat ada seorang berpakaian
Jawa yang naik kuda. Kisah lain ketika sekelompok mahasiswa yang sudah
sampai disini, kemudian mendirikan tenda. Salah satu dari mereka masuk
tenda dengan membawa pisang. Temannya bertanya, darimana dapet pisang
itu? Dan dijawab, tadi beli di warung di depan sana. Warung mana, ini
kan di gunung? Haa …? Dan mereka pun segera kabur Yah begitu deh.
Believe it or not.
ada juga cerita dari kawan indigo...tempat ini dulunya memang
benar-benar ada kehidupan... tapi musnah ketika letusan gunung merapi
kala itu.
Bahkan kalau yang belum pengalaman nge-camp di pasar bubrah, di jamin
tidak bisa tidur, karna puncak merapi terus mengeluarkan -bunyian
seperti batu longsor, mengingat pasar bubrah hanya berjarak 100 meter
dari puncak merapi. Belum lagi sugesti tentang cerita mistis Pasar
Bubrah.. tapi bagaimanapun nge-camp di pasar bubrah banyak manfaatnya
dan layak anda coba, kata orang jawa = laku prihatin.
Pasar Bubrah treknya relatif rata ditebari batu-batu. Lumayan juga dapat
istirahat dan menarik nafas sejenak sebelum trek pendakian yg naik
tajam menjelang ke puncak.
Hallo, cah yogya! Mari bergabung dengan kami di www.cahyogya.com.
Kami mengajak anda untuk berpartisipasi dan berperan aktif dalam
penyebaran informasi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Anda bisa
mengirimkan artikel tentang potensi wisata atau informasi terkait dengan
desa anda atau tempat yang menurut anda menarik. Artikel bisa dikirim
via Email ke andy2dsd@gmail.com atau bisa menghubungi saya via menu
contact. Trimakasih..
Posting Komentar untuk "Kisah Nyata Keangkeran Pasar Bubrah Gunung Merapi"